Menilik Grup Facebook LGBT di Universitas Brawijaya
بسم الله الرحمن الرحيم
Tanpa mengurangi rasa hormat penulis kepada seluruh jajaran staff dan dosen Universitas Brawijaya, penulis mohon izin untuk membahas isu yang sedang panas terkait kemunculan grup facebook LGBT yang mencatut nama Universitas Brawijaya.
Belum lama ini, Universitas Brawijaya digegerkan dengan berita mengenai grup facebook LGBT yang mencatut nama Universitas Brawijaya.
sumber : detikNews |
Berita ini langsung ditanggapi keras oleh Bapak Arief Prajitno selaku Wakil Rektor III bidang Kemahasiswaan. Beliau mengatakan bahwa grup tersebut tidak ada sangkut pautnya dengan Universitas Brawijaya. Tak lama setelah itu, admin grup tersebut resmi dilaporkan ke Polresta Malang.
Sehari setelah pemberitaan di DetikNews, muncul berita di salah satu stasiun televisi swasta yang tagline-nya tak kalah menghebohkan. Tagline tersebut bertuliskan "Kampus Sarang LGBT". Menurut penulis pembuatan tagline ini sangatlah tidak berdasar.
Setelah memaparkan dua berita di atas, penulis akan memaparkan pendapat terkait masalah ini. Berikut adalah pendapat penulis yang bisa dipertanggung jawabkan.
Apakah tagline tersebut sesuai ?
Jika penulis mengacu pada Pedoman Perilaku Penyiaran (P3) dan Standar Program Siaran (SPS) tahun 2012 Bab XVIII tentang Prinsip Jurnalistik pasal 22 butir dua yang berbunyi :
Lembaga penyiaran wajib menjunjung tinggi prinsip-prinsip jurnalistik, antara lain: akurat, berimbang, adil, tidak beritikad buruk, tidak menghasut dan menyesatkan, tidak mencampuradukkan fakta dan opini pribadi, tidak menonjolkan unsur sadistis, tidak mempertentangkan suku, agama, ras dan antargolongan, serta tidak membuat berita bohong, fitnah, dan cabul.Penulis berpendapat bahwa stasiun televisi swasta tersebut telah melanggar ketentuan atau pedoman yang telah dibuat oleh Komisi Penyiaran Indonesia (selanjutnya disebut KPI). Uraian terkait pelanggaran tersebut adalah sebagai berikut :
Pertama, tidak menghasut dan menyesatkan. Sebagaimana yang diberitakan oleh stasiun televisi swasta yang diberi tagline "Kampus Sarang LGBT" merupakan kesesatan yang mengubah opini masyarakat. Padahal jika kita menilik lebih rinci lagi terkait jumlah anggota grup tersebut hanya ada 186 orang (atau anggap saja jika ada 10 atau 20 grup serupa maka akan menghasilkan kurang lebih 2.000 - an anggota) sedangkan jumlah mahasiswa Universita Brawijaya per-2015 adalah sebesar 59.469 ditambah dengan jumlah mahasiswa 2016 kurang lebih 15.000 dan mahasiswa baru tahun 2017 sebesar 10.000, dengan perbandingan jumlah yang sangat signifikan maka penulis rasa penggunaan tagline "Kampus SARANG LGBT" merupakan pelanggaran karena menyesatkan dan membuat citra Universitas Brawijaya tercoreng.
Kedua, tidak membuat berita bohong, fitnah. Berdasarkan dari uraian pertama, menurut penulis tagline yang dicantumkan oleh stasiun televisi swasta tersebut sangatlah bohong dan merupakan fitnah yang merusak nama baik Universitas Brawijaya sebagai salah satu universitas yang banyak diminati oleh masyarakat.
Berdasarkan dua uraian pendapat yang disampaikan, penulis menarik kesimpulan bahwa :
- Stasiun televisi dalam membuat tagline berita haruslah memperhatikan fakta dan data karena hal tersebut dapat menyebabkan kerugian di banyak pihak.
- Jika penulis mengacu pada Pedoman Perilaku Penyiaran (P3) dan Standar Program Siaran (SPS) tahun 2012 Bab XVIII tentang Prinsip Jurnalistik pasal 22 butir satu, disebutkan bahwa lembaga penyiaran wajib menjalankan mencari kebenaran dan penulis rasa stasiun televisi swasta tersebut belum melakukan sepenuhnya tugas tersebut dikarenakan penggunaan tagline tersebut belum sepenuhnya terbukti jika Universitas Brawijaya ini merupakan SARANG LGBT
Tanpa mengurangi rasa hormat kepada pembaca, saya harap pembaca dapat berkomentar dengan tertib sesuai dengan Dasar Hukum yang telah diatur dalam Blog ini. Penulis memohon maaf jika masih banyak kekurangan dalam penulisan artikel ini. Akhir kata, saya ucapkan terima kasih kepada teman - teman yang sudah mendukung saya selama pembuatan Blog ini.
Minister of State and Institutional Policy
ttd
Aditya Hermawan
Comments
Post a Comment